Annual Report

Monday 16 May 2016

Utamakan Anak-anak: Berinvestasi pada Anak-anak untuk Indonesia Sejahtera

Oleh Gunilla Olsson, Kepala Perwakilan UNICEF Indonesia


Anak-anak di Indonesia dapat mengalami realitas yang sangat berbeda. Bayangkan seorang anak Jakarta bernama Budi (sebelah kiri di atas infografis), lahir hari ini di daerah kumuh Bantar Gebang. Dengan awal kehidupan yang sehat, ia bisa mendapat usia 5 tahun pada tahun 2020 dan menjadi siswa SMA yang berhasil pada tahun 2030. Grace (di sebelah kanan), seorang anak perempuan muda dari pedesaan Papua akan berusia 13 tahun hari ini dan akan lulus SMA pada tahun 2020. Ia bisa mengepalai sebuah start-up tehnologi ramah lingkungan pada tahun 2030 dan kemudian menjadi salah satu pemimpin negara.

Hal di atas bisa menjadi masa depan dari semakin banyak anak-anak di Indonesia yang makmur dan berpendapatan tinggi pada tahun 2030. Realitas ini memberikan hadiah untuk Indonesia di masa depan berupa banyak guru, pengusaha, dokter, pekerja sosial, insinyur, CEO dan pemimpin agama.

Masa depan Budi dan Grace juga bisa nampak sangat berbeda.

Kedua anak itu lahir dari orang tua yang miskin, memiliki kesempatan yang rendah untuk menghindari kemiskinan – seperti banyak teman-teman mereka. Hari ini, 14 juta anak Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan nasional sekitar Rp 10.000 per hari dan kurang lebih 48 juta hidup dengan kurang dari Rp. 20.000 per hari membatasi kesempatan mereka untuk menjadi warga yang sehat, berpendidikan, gembira dan berhasil.

Budi memiliki kemungkinan 1 dalam 25 menghadapi kematian sebelum usia 5 tahun, dan kemungkinan 1 dalam 3 mengalami stunting (pertumbuhan terhambat) yang akan mempengaruhi kapasitas otak, ketrampilan dan pendapatan di masa yang akan datang. Grace menghadapi kemungkinan 1 dalam 6 menikah sebelum usia 18 tahun lalu putus dari sekolah dan menjadi pengantin anak lalu menjadi ibu. Kedua anak itu terpapar pada kemiskinan, gizi buruk, kesehatan buruk, pendidikan berkualitas rendah, dan kekerasan berdampak buruk bagi diri mereka, otak mereka dan ekonomi Indonesia sekarang, dan di masa yang akan datang.

Biaya yang harus ditanggung sangat mengejutkan. Diperkirakan 2-3% dari PDB wilayah Asia Timur dan Pasifik hilang setiap tahun karena kekerasan terhadap anak dan 1.7%  PDB karena perkawinan usia anak di Indonesia, menurut penelitian terakhir oleh UNICEF dan akademisi. Dalam konteks ketidaksetaraan yang meningkat, semua penyebab ini juga meningkatkan resiko keterasingan dan keterpisahan sosial yang bisa mengancam stabilitas masyarakat Indonesia.

Tetapi angka-angka ini bisa diputar balik. Ini terbukti bahwa menempatkan anak-anak sebagai hal yang utama adalah investasi cerdas untuk pertumbuhan ekonomi negara yang menghasilkan tingkat pengembalian yang tinggi. Penelitian dari Copenhagen Consensus Think Tank, misalnya, telah menunjukkan bahwa meningkatkan jumlah anak-anak yang mendapatkan akses pendidikan usia dini menghasilkan pengembalian (Return on Investment ) $33 untuk setiap dollar yang dibelanjakan.

Universitas Padjadjaran, bersama dengan Alive and Thrive dan UNICEF Indonesia, telah menemukan bahwa praktik menyusui yang baik di Indonesia akan menyelamatkan 5377 anak-anak dari kematian, penghematan Rp 3 triliun dari biaya perawatan kesehatan dan menyelamatkan dari hilangnya lebih dari Rp 17 triliun penghasilan setiap tahun dengan mencegah penyakit pada usia anak-anak dan meningkatkan kemampuan kognitif dan pendapatan dalam kehidupan selanjutnya.

Pemerintah Republik Indonesia telah membuka jalur baru menuju kemakmuran dengan mengintegrasikan Sustainable Development Goals (Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, SDGs) dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019 (RPJMN).  Rencana ini memasukkan tujuan global baru ini, untuk semua penduduk dan bumi ini – agar semua negara bersepakat untuk mencapainya pada tahun 2030. Pemerintah sekarang sedang bekerja menyusun sebuah Keputusan Presiden yang menguraikan langkah-langkah untuk 'melokalkan' janji-janji ini, termasuk indikator-indikator untuk mengukur keberhasilan.

Kesempatan untuk mengimplementasikan Keputusan Presiden tersebut dengan alokasi anggaran yang nyata ada, contohnya melalui dana desa, yang dikelola oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. Platform telah tersedia untuk melibatkan perwakilan masyarakat sipil, akademisi dan sektor swasta untuk memantau akuntabilitas dan kemajuan SDGs.

Anak-anak harus berasa di jantung reformasi yang berani ini. Ini penting bahwa data terpilah usia dan gender secara rutin dikumpulkan pada setiap indikator SDG, contohnya. Pandangan anak-anak harus diminta dalam melaporkan target-target melalui mekanisme partisipatif. Dan tidak boleh ada indikator yang dilupakan. Setidaknya 50 dari indikator SDG secara langsung mempengaruhi anak-anak dan mereka harus direfleksikan dalam perencanaan pembangunan nasional dan lokal secara menyeluruh.

Target global dari SDGs adalah target berbasis nol. Target-target ini mengharuskan pemerintah dan mitranya untuk mengambil tindakan yang tidak hanya mengurangi, tetapi menghapuskan kekerasan terhadap anak, praktik-praktik tradisional yang membahayakan seperti perkawinan usia anak dan stunting.  Tidak boleh ada kemiskinan, tidak ada anak-anak yang putus sekolah dan tidak ada keluarga tanpa air bersih atau pelayanan kesehatan yang berkualitas.

Ketika dunia menunjukkan kemajuan melalui SDGs pada tahun 2030, kemajuan Indonesia akan signifikan. Dengan pertumbuhan populasi dan ekonominya, kemajuan Indonesia juga akan menggerakkan capaian secara regional dan global.

Dengan adanya peta jalan yang ambisius untuk anak-anak, jejak Indonesia akan menjadi penting bahkan lebih besar untuk kemajuan global menuju tujuan internasional.

Ini bisa menempatkan Indonesia sebagai kekuatan global untuk perubahan seperti peran Cina bagi Millennium Development Goals (MDGs). Budi, Grace dan jutaan anak-anak bergantung pada hal ini.