Annual Report

Monday 27 February 2017

FutbolNet: Kesempatan yang sama untuk Alya dan Reni

Oleh: Dinda Veska



Reni dan Alya, sebuah metode pendidikan inklusi memberi kesempatan untuk mereka belajar bersama
©UNICEF/Dinda Veska/2017

“Anak-anak dengan disabilitas seharusnya sekolah bersama anak-anak lainnya seperti aku. Agar bisa bermain bersama dan mendapat kesempatan yang sama.”

Alya menyampaikan pendapatnya tersebut di tengah keriuhan acara FutbolNet awal Februari kemarin. Anak perempuan berusia dua belas tahun ini dan teman-teman lainnya dari SMP Az-Zahra mendapat kesempatan untuk belajar mengenal pendidikan inklusi melalui olahraga, bersama anak-anak berkebutuhan khusus dari Sekolah Luar Biasa Negeri 1 Lebak Bulus Jakarta.

Ini merupakan pengalaman pertama bagi Alya berinteraksi dan coba memahami apa yang dialami oleh Reni – anak dengan disabilitas yang ia dampingi sepanjang acara FutbolNet berlangsung.


Reni dan Alya mengkuti instruksi pelatih ©UNICEF/Dinda Veska/2017 

Alya terlihat sangat gembira bersama Reni memindahkan bola-bola pingpong dari satu titik ke titik lainnya, menendang bola hingga mencapai garis yang ditentukan, dan berbagai permainan olahraga sederhana lainnya. Ia juga sabar menunggu teman barunya ini benar-benar memahami setiap instruksi dari pelatih.

Terik matahari saat itu sama sekali tidak mematahkan semangat setiap anak. Alih-alih mempertanyakan perbedaan fisik yang membatasi, Alya, Reni dan puluhan anak lainnya justru menerapkan makna dari “Kesempatan” itu sendiri. Saling membuka diri dan berusaha memahami kondisi siapapun yang ada di samping mereka.

Kesempatan yang sama untuk setiap anak belajar, bermain, dan berolahraga kali ini kembali diselenggarakan oleh UNICEF dengan dukungan dari FCB (Foot Ball Club Barcelona) Foundation dan Reach Out to Asia. Metode FutbolNet diperkenalkan kepada para guru, siswa, pelatih, dan relawan remaja yang hadir.

Salah seorang tim dari FCB Foundation menemani seorang anak berkebutuhan khusus©UNICEF/Dinda Veska/2017 

Metode ini tidak memerlukan peralatan atau infrastruktur yang spesial, cukup dengan peralatan sederhana seperti bola pingpong, bola tenis, piring plastik dan lain sebagainya. Tidak ada peraturan khusus yang sulit dimengerti.

Ketika ditanya bagaimana jika ada anak berkebutuhan khusus yang belajar bersama di sekolahnya, spontan Alya menjawab, “Saya akan membantu dia agar bisa seperti yang lain, misalnya membantu dia belajar, agar dia juga bisa naik kelas.” Reni sendiri beberapa kali tinggal kelas, padahal seharusnya ia sudah duduk di bangku SMP.

FutbolNet pada akhirnya tidak hanya sekedar metode, tetapi adalah dunia anak-anak itu sendiri yang sederhana dan memberi peluang untuk mereka mencapai potensi maksimal, tidak peduli apapun hambatannya. Diskriminasi dan stigma pun tidak lagi dirasakan dan diwariskan kepada anak-anak.


Seorang anak-anak dengan disabiltas sedang berlatih untuk melepaskan balon-balon ke udara ©UNICEF/Dinda Veska/2017 

Pendidikan Inklusi itu sendiri dapat terus menjadi bola salju yang berkelanjutan dan membawa dampak besar pada masa depan Anak Indonesia. Seperti yang dikatakan oleh Menteri Pendidikan yang hadir dan ikut bermain bersama di hari itu, “Anak-anak dengan disabilitas harus bahagia dan menikmati kehidupan seperti anak lainnya.”