Annual Report

Tuesday 18 April 2017

Mobile Health Pilot Mendorong Imunisasi di Pulau Jawa

By Cory Rogers, Communication Officer

Karin Hulshof menyeka air mata anak balita yang akan menjalani pemeriksaan kesehatan di posyandu di Jakarta Barat. © Cory Rogers / UNICEF / 2017

Antrean mengular mulai dari pintu hingga ke gang. Di bawah rintik hujan pagi itu, puluhan ibu berdiri sabar sambil menimang anak mereka.

“Saya ke sana nanti, setelah agak sepi,” kata Eka* dari depan pintu rumahnya kepada UNICEF East Asia and the Pacific (EAPRO) Regional Director Karin Hulshof dalam kunjungan pertama Karin sebagai EAPRO Regional Director.

Layaknya ibu muda lain di permukiman kumuh di Jakarta Barat, Eka menanti-nantikan kehadiran layanan posyandu setiap bulan di sana. “Bedanya, saya tidak mau kehujanan,” Eka tertawa.

“Di posyandu, bayi saya mendapatkan pemeriksaan kesehatan dan imunisasi gratis,” jelas Eka sambil mempersilakan Karin masuk ke rumahnya. Dengan hanya satu ruangan, enam orang tidur berdesakan setiap malam di sana.

Eka menghuni satu dari ratusan permukiman liar yang belakangan menjamur akibat laju perpindahan penduduk dari kawasan desa ke kota yang tinggi di Jakarta. Meski suasana menjadi hidup dan sibuk berkat komunitas yang ada, namun kawasan ini juga umumnya miskin dan padat penduduk. Terletak di tepi sungai, mereka kerap mengalami banjir dan memiliki tingkat sanitasi rendah.

Tak hanya itu, sejumlah besar migran perkotaan tidak memiliki dokumen kependudukan resmi yang dibutuhkan untuk mengakses layanan kesehatan seperti imunisasi. Akibatnya, di tempat-tempat inilah timbul wabah penyakit yang seharusnya bisa dicegah dengan imunisasi.

“Risiko terjadi wabah penyakit paling tinggi di daerah kumuh, sementara tingkat imunisasi paling rendah di sini,” kata UNICEF Child Survival and Development Chief Paul Pronyk yang menemani Regional Director selama kunjungan lapangan.

“Sebab itulah, wilayah kumuh menjadi lokasi utama bagi upaya intervensi untuk melindungi anak-anak,” tambah Pronyk.


Eka, menunggu giliran di posyandu Cengkareng, Jakarta Barat. Eka hendak memeriksakan kesehatan putri bungsunya. © Cory Rogers / UNICEF / 2017 

Sejak tahun 2015, UNICEF menjalankan program uji coba layanan kesehatan keliling dalam rangka memperluas cakupan layanan imunisasi untuk anak-anak usia 12 hingga 23 bulan di sejumlah kawasan kumuh.

Inisiatif ini dibangun dengan memanfaatkan tingkat konektivitas mobile yang tinggi di Indonesia dan platform digital RapidPro untuk memperkenalkan sejumlah intervensi kunci.

Pada tahap pertama, tenaga kesehatan setempat mendatangi satu per satu rumah untuk mendata para bayi yang baru lahir. Kemudian, dalam bulan-bulan setelahnya, pesan otomatis dikirim kepada orangtua dan wali para anak, mengingatkan kedatangan posyandu ke tempat tinggal mereka. Aplikasi ini juga memiliki fitur khusus agar tenaga kesehatan dapat mengetahui kondisi saat stok vaksin menurun, suatu mekanisme pemantauan langsung bagi layanan pemerintah.

Dua tahun sejak program intervensi diluncurkan, sejumlah kemajuan penting telah dicapai: hampir 3.000 balita telah dijangkau, dan program telah menyebar dari Jakarta ke kota-kota lain di provinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah. Sementara itu, semua fasilitas kesehatan yang telah didata menyediakan informasi stok enam jenis vaksin—yang dipantau oleh program—secara teratur setiap bulan.

Regional Director Karin Hulshof menekankan pentingnya keberlanjutan kerja sama UNICEF dengan Kementerian Kesehatan untuk memastikan platform ini “menunjang dan terintegrasi dengan sistem data nasional.” Keselarasan kerja sistem tetap menjadi tujuan utama dari intervensi ini.

“Mengingat penetrasi teknologi mobile yang tinggi di Indonesia, dengan jumlah kartu SIM beredar lebih besar ketimbang populasi, sudah waktunya kita melihat potensi layanan kesehatan yang juga bersifat mobile,” kata Paul. “Pendekatan ini sangat berpotensi untuk diperluas oleh mitra-mitra di pemerintahan dan diterapkan di inisiatif lain,” tambahnya.

Bagi Ibu Helvina, kepala posyandu, program uji coba layanan kesehatan keliling adalah alasan utama mengapa klinik, seperti disampaikan Eka, kian ramai—termasuk saat cuaca kurang bersahabat.

“Cara ini sangat membantu para ibu yang kerap lupa jadwal [imunisasi],” kata Ibu Helvina. “Untuk kami, karena telah mengetahui identitas dan tempat tinggal mereka, kami yang mendatangi pasien jika mereka tidak muncul hingga pukul 10 pagi,” terangnya.

Menurut Karin Hulshof, dedikasi dan sinergi yang tinggi antara anggota masyarakat dengan tenaga kesehatan setempat tak dapat dipisahkan dari upaya meningkatkan cakupan imunisasi ataupun semua tantangan layanan kesehatan.

“Keterlibatan ibu, tenaga kesehatan, dan pejabat pemerintah di sini luar biasa,” ia menambahkan.

Bagi Karin, “Tak mungkin merasa tidak optimis bahwa apabila semua anak yang tinggal di permukiman liar [kumuh] di Jakarta punya akses pada layanan kesehatan, maka indikator [tingkat imunisasi yang rendah] akan mulai meningkat.”


Meskipun tanda-tanda kemiskinan dan eksklusi sosial terlihat jelas, “namun semangat di antara mereka juga tak kalah nyata. Dedikasi tinggi dikerahkan untuk memperbaiki kehidupan warga,” kata Karin lagi.

“Pada akhirnya, sentuhan sesama manusialah yang membawa perbedaan."

*Nama diubah untuk melindungi identitas ibu.